Tenanglah dengan niat yang ikhlas dan mencari yang haq serta melepaskan diri dari nafsu di saat berbeda pendapat. Juga menghindari sikap over akting, membela diri, dan emosional.
Kembalikan perkara yang diperselisihkan kepada Kitab Al-Qur’an dan Sunnah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Kemudian jika kamu berselisih pendapat tentang sesuatu maka kembalikanlah ia kepada Allah (Kitab) dan Rasul.” (An-Nisa: 59).
Berbaik sangka kepada orang yang berbeda pendapat dan tidak menuduh buruk niatnya serta tidak mencela dan menganggapnya cacat.
Janganlah memperuncing perselisihan, tafsirkan penda-pat yang keluar dari lawan atau yang dinisbatkan kepa-danya dengan tafsiran yang baik.
Janganlah mudah menyalahkan orang lain, kecuali sesudah diteliti secara mendalam dan dipikirkan secara matang.
Berlapangdadalah di dalam menerima kritikan yang ditujukan kepada anda atau catatan-catatan yang dialamatkan kepada anda.
Hindarilah permasalahan-permasalahan khilafiyah dan fitnah.
Bersikaplah sopan dan berpegang teguh pada adab berdialog dan menghindari perdebatan, bantah-membantah dan kasar menghadapi kawan.
ADAB BERBEDA PENDAPAT
BILA PASANGAN MARAH
Rumah tangga adalah perpaduan dua makhluk Allah yang berbeda, menyatu dalam ikatan pernikahan karena kesesuaian dan kesepahaman, walaupun di antara suami istri terdapat kesamaan-kesamaan yang membuat mereka bersatu akan tetapi sunnah Allah berkata bahwa tidak ada manusia yang sama, tidak terkecuali suami dengan istri, ketidaksamaan ini bisa memicu kesalahpahaman yang membuat pasangan kesal dan marah. Dalam kondisi pasangan kesal dan marah kepada Anda, Anda perlu melakukan sesuatu demi kebaikan dan keharmonisan rumah Anda, karena jika tidak maka rumah dengan kemarahan penghuninya akan terasa sumpek.
1. Memaklumi Pasangan Anda bukan malaikat, dia adalah manusia, dia tidak mungkin lepas dari sisi-sisi kemanusiaan, suka dan benci, rela dan marah pasti terjadi padanya, wajar kalau pasangan Anda marah, tentu ada penyebabnya, maklumi dan terimalah, tidak perlu berpikir negatif atau terlalu memikirkannya sehingga menambah beban berat Anda, tetapi jangan pula dianggap angin lalu karena bisa jadi angin lalu tersebut berubah besar sehingga menjadi angin ribut. Jadi sikapi dengan wajar dan proporsional.
2. Menenangkan Marah adalah api, dan kita mengetahui bahwa api akan menyambar apa yang mungkin terbakar. Api tidak akan menyambar air. Kemarahan pasangan akan meninggi jika Anda memposisikan diri sebagai sesuatu yang mungkin disambar api, kalau Anda memposisikan diri ibarat air, maka itu akan meredakan kemarahan pasangan. Dari sini jika pasangan Anda marah maka bersikaplah tenang, tidak perlu terpancing emosi dan ikut-ikutan marah karena hal itu ibarat mengipasi bara api atau menyiramkan bensin ke dalam api. Di samping Anda mesti bersikap tenang, Anda juga sebaiknya diam, biarkan pasangan Anda ngedumel dan nerocos menumpahkan kekesalannya, tampung saja ibarat Anda adalah ember baginya, tidak perlu menimpali atau membantah karena orang marah akan bertambahn marah jika dia dibantah atau disangkal.
3. Melakukan Melakukan sesuatu yang positif untuk meredakan kemarahan pasangan. Memeluknya dan mendekapnya sambil membisikkan kalimat-kalimat manis dan kata-kata indah adalah langkah mujarab, lebih-lebih jika Anda melakukan dengan tulus dan dengan penuh perasaan, dijamin pasangan Anda akan normal kembali. Atau Anda juga bisa membuatkan sesuatu makanan atau minuman cepat saji kesukaannya. Buatkan segelas susu atau teh manis untuk meredakan kemarahannya.
4. Menghindari Kemarahan pasangan biasanya terjadi karena suatu sebab, ada sesuatu pada diri Anda yang menurutnya keliru dan tidak sejalan dengan keinginannya. Cari tahu apa itu dan setelah itu hindari agar kemarahan pasangan tidak terulang. Bukankah pengobatan terbaik adalah pencegahan? Bukankah untuk menghilangkan asap Anda mesti memadamkan api? Ini tentu menuntut Anda menyediakan kondisi yang menyenangkan bagi pasangan. Dengan kondisi yang demikian maka pasangan akan merasa nyaman, bukankah kemarahan seseorang dipicu oleh ketidaknyamanan?
5. Membicarakan Saya mengetahui walaupun pasangan Anda marah kepada Anda tidak secara otomatis dia berada di pihak yang benar dan Andalah di pihak yang salah, belum tentu demikian karena pada umumnya kemarahan rumah tangga terjadi hanya karena kesalahpamahan dalam menyikapi dan memandang. Oleh karena itu Anda merasa perlu berbicara kepada pasangan untuk mendudukkan persoalan di tempat yang proporsoinal. Saya setuju dengan Anda, membicarakan dengan pasangan Anda akan tetapi ada baiknya bila Anda bersabar sejenak menunggu amarahnya meredah, pada saat itulah Anda boleh berbicara. Jelaskan masalahnya dengan bahasa yang baik, halus, tidak menggurui, tidak menyudutkan dan tidak mengungkit kemarahan yang baru mereda, insya Allah dengan cara ini pasangan bisa menyadari dan menerima pikiran-pikiran Anda. Jika perlu sampaikan keutamaan menahan amarah dari sisi agama mudah-mudahan dia mengambil pelajaran.
6. Muhasabah Muhasabah adalah melihat diri, siapa tahu pasangan marah kepada Anda karena memang Andalah yang salah, supaya tidak terulang maka perbaiki, kalaupun bukan Anda yang salah muhasabah tetaplah berguna karena ia berarti belajar dari peristiwa untuk bekal menghadapi peristiwa yang mungkin terjadi.
Menikah: Mahkota Kemuliaan
Hidup di zaman ini bagi seorang muslim khususnya pemuda cukuplah sulit, hal ini karena semakin merosotnya akhlak dan moral manusia secara umum, sehingga fenomena kemaksiatan bisa dengan mudah terlihat di mana-mana khususnya zina dan hal-hal yang mengikutinya. Kaum wanita semakin berani keluar rumah dengan pakaian tipis, pendek dan ketat disertai gaya dan penampilan yang mengundang. Media masa baik cetak maupun elektronik: tivi, cd dan internet setali tiga uang, sama-sama menjadikan wanita sebagai komoditi dan daya tarik, pada saat yang sama pintu-pintu zina sedemikian terbuka lebar siang malam, sehingga untuk mendapatkannya tidak memerlukan jerih payah yang berarti, bahkan gratis pula, ditambah dengan mewabahnya pornografi dan pornoaksi yang menjijikkan tetapi tetap didukung oleh sebagian kalangan, hal yang menjadikan seorang muslim lebih-lebih pemuda muslim seakan-akan berada dalam lingkaran setan. Mencermati realita yang demikian, tidak ada jalan keluar yang baik bagi seorang pemuda muslim kecuali memohon keteguhan iman kepada Allah kemudian mengambil sarana yang bisa membentengi dirinya dan sebaik-baik sarana setelah iman kepada Allah adalah menikah. Rasulullah bersabda,
يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ البَاعَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ للْبَصَرِ وَأَحْسَنُ للفَرَجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وجَاءٌ “Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian mampu untuk menafkahi maka hendaknya dia menikah, karena ia lebih (bisa) menundukkan pandangan dan lebih menjaga kehormatan dan barangsiapa belum mampu maka hendaknya dia berpuasa karena berpuasa adalah benteng baginya.” (HR. Al-Bukhari no. 5065 dan Muslim no. 1400). Perlu diingat bahwa hadits tersebut disabdakan oleh Rasulullah lima belas abad yang silam di mana kemaksiatan masih sangat minim, lantas bagaimana dengan zaman sekarang di mana keadaanya membuat para orang tua mengernyitkan dahi? Anjuran untuk menikah Islam sangat menganjurkan menikah dengan menggunakan berbagai metode bahasa dan penjelasan:
1. Islam menyatakan bahwa menikah adalah sunnatullah dalam hidup ini. Semua dalam hidup ini diciptakan berpasang-pasangan, malam dengan siang, pagi dengan petang, laki-laki dengan perempuan, dan begitu seterusnya. Orang yang menikah adalah orang yang menuruti dan mewujudkan sunnah Allah pada alam semesta. Firman Allah, “Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan supaya kamu mengingat akan kebesaran Allah.” (Adz-Dzariyat: 49).
2. Islam menyatakan bahwa menikah adalah jalan hidup para nabi dan rasul termasuk sayyidul anbiya wal mursalin Muhammad saw. Siapa pun mengetahui dan menyadari bahwa sirah dan kehidupan para nabi dan rasul adalah yang terbaik, patut diteladani dan dicontoh, mereka hidup dengan beristri dan berketurunan. Kalau orang tidak meneladani nabi dan rasul, lalu meneladani siapa? FirmanNya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus beberapa Rasul sebelum kamu dan Kami memberikan kepada mereka istri-istri dan keturunan.” (Ar-Ra’du: 38). Bahkan Rasulullah sendiri menikah dengan jumlah yang banyak, beliau juga mengingkari sikap sahabat yang tidak ingin menikah. Saad bin Abu Waqqash berkata, “Nabi saw telah menolak sikap membujang (tidak menikah) dari Usman bin Mazh’un. Sekiranya beliau mengizinkan untuk itu niscaya kami akan mengebiri diri kami.” (al-Bukhari no. 5073 dan Muslim no. 1402). Ibnu Abbas berkata, “Menikahlah karena sebaik-baik umat ini adalah yang paling banyak menikah dengan wanita.” (Al-Bukhari no. 5069), yang dimaksud oleh Ibnu Abbas adalah Rasulullah saw.
3. Islam menyatakan bahwa menikah adalah salah satu nikmat Allah yang paling berharga, nikmat halalan thayyiba ini hanya bisa dirasakan oleh orang yang menikah dan nikmat ini tidak sebatas dunia, tetapi berlanjut terus sampai di kehidupan akhirat. FirmanNya, “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari istri-istri kamu itu anak-anak dan cucu-cucu.” (An-Nahl: 72). Rasulullah saw bersabda,
الدُّنْيَا مَتَاعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا المَرْأَةُ الصَّالِحَةُ “Dunia adalah kenikmatan dan sebaik-baik kenikmatan dunia adalah wanita shalihah.” (HR. Muslim no. 1467).
4. Tanggung jawab nafkah bisa menjadi penyebab enggannya sebagian pemuda untuk menikah. Di sini Islam menjawab keengganan tersebut dengan menyatakan bahwa menikah adalah salah satu pintu terbuka rizki bagi seseorang. Firman Allah, “Dan kawinkanlah orang-orang yang sedirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurniaNya. Dan Allah Mahaluas (pemberianNya) lagi Mahamengetahui.” (An-Nur: 32). Rasulullah saw juga telah memberi garansi pertologan Allah kepada orang yang menikah untuk melindungi dirinya dari kemaksiatan. Sabda beliau,
ثَلاَثٌ حَقٌّ عَلىَ اللهِ عَوْنُهُمْ وَذَكَرَ مِنْهَا: النَّاكِحُ الذِي يُرِيْدُ العَفَافَ “Ada tiga orang yang berhak mendapat pertolongan Allah: salah satunya adalah orang yang menikah untuk melindungi kehormatannya.” (HR. at-Tirmidzi no. 1659, ia berkata, “Hadits hasan.”)
5. Menikah bernilai ibadah, dimulai dari nafkah yang diberikan kepada anak dan istri, termasuk usaha yang dilakukan suami demi untuk mendapatkan nafkah tersebut, tolong-menolong di antara suami istri dalam kebaikan, hubungan baik dan kasih sayang di antara keduanya, sampai kepada hubungan suami istri demi menjaga diri dari yang haram, semua itu adalah ibadah. Rasulullah bersabda, “Dan hubungan suami istri yang kamu lakukan termasuk sedekah.” Mereka bertanya, “Apakah salah seorang di antara kami menunaikan hajatnya (kepada istrinya) dan mendapatkan pahala wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Bukankah bila dia meletakkan hajatnya di jalan yang haram dia mendapatkan dosa? Begitu pula bila dia meletakkannya di jalan yang halal, dia mendapatkan pahala.” (HR. Muslim no. 1006). (Izzudin Karimi)